Senin, 14 Februari 2011

valentine' day

Sejarah Valentine .

  Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah dan kalau mau dirunut ke belakang, 
sejarahnya berasal dari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius 
I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama 
Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru 
yang bernama Valentine’s Day.

  The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul : Chistianity, menuliskan 
penjelasan sebagai berikut : “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran 
Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi 
hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. 
Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Encylopedia 1998).

  Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya 
bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada 
kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani 
secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno.

  Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut 
merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama 
paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.
  Katakanlah, "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu 
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah 
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi 
penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".
  (QS. Al-Kafirun: 1-6)

  Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. 
Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. 
Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini 
sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama.

  Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri 
perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga 
ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.

  Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait 
dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan 
hari besar agama lain.


  Valentine Berasal dari Budaya Syirik.

  Ken Swiger dalam artikelnya “ Should Biblical Christians Observe It ? ” 
mengatakan :
  Kata ‘Valentine’ berasal dari bahasa Latin yang berarti, “ Yang Maha Perkasa, 
Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa ”.
  Kata ini ditunjukan kepada “ Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi ”.

  Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, 
berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas 
perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang 
Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid (bayi 
bersayap dengan panah)” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.

  Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun 
berzina dengan ibunya sendiri.

  Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya 
dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah 
cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh.

  Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan 
dewa cinta ini. Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat 
yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya 
masuk neraka, naudzu billahi min zalik.


  Semangat valentine adalah Semangat Berzina .

  Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan 
semangat.
  Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi 
sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari 
agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. 
Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga 
penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat 
cinta kasih.

  Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan 
maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, 
berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di 
kalangan sesama remaja itu menjadi boleh.
  Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido 
biasa.

  Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi 
putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan 
jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu 
adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.

  Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan.
  Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina.
  Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang 
terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love 
atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina.

  Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.
  Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah 
kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks ?.

  Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop 
di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan di sana sini. .
  Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih 
sayang.
  Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.
  Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka 
dari berzina dengan teman-temannya.
  Di barat, zina dilakukan oleh siapa saja.

  Allah SWT berfirman tentang zina bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, 
bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.
  Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu 
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
  (QS Al-Isra’: 32)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar